Senin, 04 Juni 2012

Produk Impor Tak Berstandar Ditolak Masuk


JAKARTA - Pemerintah tidak akan lagi menoleransi produk-produk impor yang tidak memenuhi aturan Standar Nasional Indonesia (SNI). Untuk menegaskan pelaksanaan aturan ini, Kementerian Perindustrian menggandeng Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Standardisasi Nasional, dan Kementerian Perdagangan.

Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat mengatakan penolakan produk impor tanpa SNI dan tak mencantumkan petunjuk berbahasa Indonesia merupakan upaya melindungi produk lokal dari asing. Apalagi saat ini negara-negara Asia, seperti Cina dan India, mulai terkena dampak krisis ekonomi global. Indonesia dikhawatirkan menjadi negara pengalihan tujuan ekspor mereka.

"Ini perlu dilakukan karena barang ekspor kita juga diperlakukan seperti itu di negara lain,"ujar Hidayat kemarin. Barang-barang impor yang ditolak kemudian akan dicabut dari peredaran dan dirusak agar tidak beredar secara ilegal.

Pernyataan Hidayat menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak soal menjalarnya gejolak krisis Eropa ke Indonesia. Pasalnya, nilai ekspor nasional terpukul setelah terjadi perlambatan di India, Cina, dan negara lain di Asia.

Hal itu terlihat dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik yang menyebutkan laju ekspor pada April lalu turun 7,36 persen dibanding bulan sebelumnya menjadi US$ 15,98 miliar. Penurunan ekspor terjadi untuk produk migas dan non-migas masing-masing menjadi US$ 3,36 miliar dan US$ 12,62 miliar. Laju impor justru meningkat 11,65 persen menjadi US$ 16,62 miliar.

Makin maraknya produk impor yang tak memiliki aturan SNI terlihat dari hasil pengawasan pemerintah beberapa tahun belakangan. Tahun lalu ditemukan 203 produk yang, di antaranya, tidak sesuai dengan ketentuan standar dan melanggar aturan label dalam bahasa Indonesia.

Sepanjang kuartal pertama tahun ini, ada enam kasus yang dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Sebanyak tujuh produk telah ditarik dari peredaran, yaitu kipas angin merek Si Jempol, tepung terigu merek Terompet Mas, slang karet kompor gas merek Cosco, lampu swaballast merek Integra, baja lembaran lapis seng merek Gajah dan Gading serta King Elephant, dan produk elektronik impor merek Heles. " Lebih jauh Hidayat menyatakan, pemerintah akan mengutamakan impor barang modal dibanding barang jadi. Sebab, selama ini industri masih kesulitan mendapatkan bahan baku untuk produksinya.

Wakil Ketua Komisi Industri dan Perdagangan Dewan Perwakilan Rakyat Arya Bima menilai pemerintah belum serius meningkatkan daya saing produk lokal. "Belum ada cluster industri agar produk nasional bisa berdaya saing global. Masalah-masalah umum dan sektoral juga belum terselesaikan," katanya.

Sejumlah masalah klasik, seperti minimnya insentif bagi industri, tingginya suku bunga, masalah infrastruktur, dan pungutan tak resmi masih menyulitkan pengusaha. "Negara-negara lain suku bunganya sudah 1 digit," ucap Aria.

Wakil Ketua Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Natsir Mansur, mengatakan ekspansi pasar ekspor baru membutuhkan waktu yang agak lama. Karena itu, dampak kebijakan pemerintah tersebut tidak langsung terlihat dengan lonjakan ekspor saat krisis global terjadi.  ( Sumber : http://www.kemenperin.go.id/artikel/3508/Produk-Impor-Tak-Berstandar-Ditolak-Masuk )

Tidak ada komentar: