Senin, 04 Juni 2012

Industri Harus Pacu Daya Saing


JAKARTA-Pelaku industri di dalam negeri diminta segera mempersiapkan diri menghadapi Asean Economic Community pada 2015. Daya saing domestik harus dipacu untuk menghadapi pasar tunggal itu.

Menteri Perindustrian M. S. Hidayat mengatakan implementasi pasar tunggal itu akan mengintegrasikan Asean karena semua aturan ekonomi harus sama di setiap negara anggota.

"Kalau tidak kompetitif dengan negara lain, industri kita akan menghadapi masalah besar," katanya di sela-sela rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Senin (4/6).

Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah, tutur Hidayat, yakni pengamanan pasar domestik dari serbuan produk impor, terutama dari China. Apalagi, perlindungan pasar dalam negeri dinilai masih lemah di tengah penurunan serapan pasar dunia akibat krisis ekonomi di Eropa.

Menperin mengharapkan dukungan DPR guna mendorong koordinasi antarinstansi, seperti dengan Kementerian Perdagangan dan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Menurutnya, langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah a.l. penerapan standar nasional Indonesia (SNI) bagi produk yang beredar di dalam negeri.

Kemenperin memiliki wewenang dalam penegakan hukum terhadap pengawasan barang beredar. Selain pemenuhan standar, pengawasan itu juga terkait dengan persyaratan lain, seperti pelabelan produk wajib berbahasa Indonesia. "Ini akan diterapkan dengan tegas karena selama ini law enforcementnya masih lemah," kata Hidayat.

Masalah Gas

Achmad Safiun, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi, menuturkan langkah konkret yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan daya saing menghadapi Asean Community 2015 yakni menjamin pasokan gas agar utilisasi industri optimal.

Menurutnya, pasokan gas yang terbatas menjadi permasalahan utama industri dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini menyebabkan industri dalam negeri tidak bisa berproduksi secara efisien. Jika masalah pasokan gas tidak kunjung selesai, dia khawatir produk dalam negeri tidak bisa bersaing dalam pasar bebas Asean pada 2015.

Dia mengatakan Indonesia masih memiliki waktu sekitar 2 tahun untuk memperkuat infrastruktur gas dalam negeri. "Mumpung masih punya waktu sekitar 2 tahun lebih, ini masih ada peluang bagi pemerintah untuk membenahi infrastruktur," ujarnya.

Saat ini, kata Safiun, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk baru bisa memenuhi kurang dari 50% dari total kebutuhan industri.

Terpisah, Wakil Ketua Asosiasi Industri Aromatik, Olefin dan Plastik Indonesia (Inaplas) Suhat Miyarso mengatakan pemerintah belum memberikan solusi terkait dengan penaikan harga gas oleh PGN.

Sesuai dengan desakan industri pengguna gas, PGN akhirnya mengundur waktu penaikan harga gas US$10,2 per juta British thermal unit (MMBtu) dari semula 1 Mei 2012 menjadi 15 Mei 2012.

Namun, kata Suhat, penundaan itu tidak menyelesaikan masalah sebab pasokan gas ke industri masih minim.

"Volume gas yang terbatas membuat utilisasi pabrik tidak optimal sehingga industri menjadi tidak efisien. Seharusnya ada win-win solution. Jangan hanya industri yang diminta menanggung risiko," katanya, Sabtu (2/6).

PGN juga tidak mengakomodasi permintaan industri agar penaikan harga gas dilakukan secara bertahap selama 2--3 bulan. Harga gas juga tetap naik menjadi US$10,2 per MMBtu dari sebelumnya US$ 6,6 per MMBtu.

Dia sependapat dengan usulan PT PLN agar penaikan harga gas untuk tahap awal US$7,75 per MMBtu, kemudian setiap 2-3 bulan disesuaikan 10%--20% hingga mencapai harga US$10,2 per MMBtu.

"Sejalan dengan penaikan harga bertahap itu, PGN diharapkan menambah pasokan gas sesuai dengan kebutuhan industri secara bertahap pula," ujar Suhat.

Menurutnya, industri pasti menanggung beban produksi yang besar akibat lonjakan harga gas yang sangat tinggi. Sebaliknya, produsen tidak bisa langsung menaikkan harga jual produk ke konsumen karena sudah terikat dengan kontrak ( Sumber : http://www.kemenperin.go.id/artikel/3506/Industri-Harus-Pacu-Daya-Saing)

Tidak ada komentar: