Selasa, 12 Juni 2012

Harga Gas Naik, Industri Tuntut Jaminan Pasokan


JAKARTA - Kalangan pelaku industri menerima penaikan harga gas, namun dengan catatan mereka memperoleh jaminan pasokan dan tidak ada lagi penaikan harga gas mendadak dalam dua tahun ke depan.

"Kami minta pemerintah tegas. Kami memberikan batas waktu sampai akhir Juni. Kalau tidak ada kepastian jaminan, kami menolak penaikan harga gas," kata Ketua Koordinasi Energi Gas Industri Kadin Indonesia Achmad Widjaya di Jakarta, Senin (11/6).

Berdasarkan surat edaran PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) kepada kalangan industri pada 8 Mei lalu, harga gas industri di wilayah DKI Jakarta-Bogor, Bekasi-Karawang, dan Banten mulai 1 Mei 2012 naik dari US$ 6,8 menjadi US$ 10,13 per mmbtu. Angka tersebut mencakup komponen harga gas yang naik dari US$ 4,3 menjadi US$ 7,8 per mmbtu ditambah toll fee Rp 750 per m2.

Achmad Widjaya yang juga ketua umum Asosiasi Aneka Industri dan Keramik Indonesia (Asaki) mencontohkan, utilisasi industri keramik saat ini hanya 70% akibat kurangnya pasokan gas, sehingga mereka mengalami potential loss Rp 50 miliar per hari.

Dia mengungkapkan, saat ini Indonesia menempati peringkat ke-6 produsen keramik dunia dengan kapasitas terpasang 330 juta m2 per tahun. Jika tetap tak ada jaminan pasokan gas sesuai kebutuhan, para pelaku industri bakal memangkas utilisasi hingga 50%.

"Untuk menekan biaya, tak mungkin kami menaikkan harga. Jika itu terjadi, target penjualan Rp 17-19 triliun tahun ini tidak bisa tercapai. Tahun lalu, penjualan kami Rp 13 triliun," papar dia.

Padahal, menurut Achmad Widjaya, kalangan industri di dalam negeri sedang bersiap menghadapi integrasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Mereka tengah berupaya meningkatkan daya saing untuk memenangi kompetisi.

Dia menjelaskan, selama ini pemerintah lebih mendorong ekspor gas. "Kami tidak menolak ekspor. Tapi, utamakan dulu kebutuhan di dalam negeri. Tahun depan, kontrak dengan Tiongkok akan berakhir. Kami berharap pemerintah lebih berpihak kepada industri domestik," ujar dia.

Widjaya mengemukakan, kalangan industri meminta harga gas yang dipasok PGN dikembalikan ke posisi semula. Selain itu, mereka menuntut tidak ada kenaikan harga dalam dua tahun mendatang. "Kenaikan harga hingga 55% menyebabkan biaya produksi industri melonjak hingga 30%. Tapi, kalau pasokan dipenuhi sesuai kebutuhan, efek penaikan harga produk bisa ditekan menjadi hanya 15-18%," ucap dia.

Aksi Demo

Achmad Widjaya menegaskan, jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, kalangan industri siap berunjuk rasa di Kementerian ESDM dan PGN. "Menaikkan harga produk akibat penaikan harga gas tidak tepat karena berarti kami tidak bisa lagi berjualan. Solusinya, kami harus memangkas jam kerja. Itu berarti mem-PHK karyawan," kata dia.

Dia memaparkan, pada 2011 kebutuhan gas industri mencapai 1.765 mmscfd. Dari permintaan minimal 915 mmscfd, PGN hanya memasok kurang dari 800 mmsfcd. Tahun ini, kebutuhan industri mencapai 1.100-1.200 mmsfcd. "Kami meminta, setidaknya diberikan 1.000-1.100 mmscfd, itu sudah lumayan bisa menekan lonjakan biaya. Jika ada kemauan politik pemerintah, ini mudah sekali dipenuhi," ujarnya.

Menurut Widjaya, Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 03 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi mesti diubah. Posisi industri sebagai prioritas keempat untuk alokasi gas harus dinaikkan ke nomor 2 setelah lifting. "Selama ini, industri jadi prioritas keempat setelah lifting, PLN, dan industri pupuk. Selain itu, infrastruktur berupa pipanisasi dan terminal penerima LNG mesti segera diselesaikan," paparnya.

Secara terpisah, Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengungkapkan, pihaknya pekan ini menjadwalkan pertemuan dengan direktur utama PGN untuk membahas kepastian pasokan gas bagi industri.

Hidayat juga mengkritik kontrak jual beli gas yang tidak adil. Misalnya PGN bisa sepihak mengurangi kuota sekitar 25%. Padahal ketika pemakaian melebihi kuota, industri dikenai penalti hingga 300%.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Industri, Riset, dan Teknologi Bambang Sujagad mengatakan, pemenuhan gas untuk industri tidak bisa dianggap remeh. "Ini menyangkut keberlangsungan industri nasional," tegas dia.

Belum Setuju

Sementara itu, Menteri ESDM Jero Wacik mengungkapkan, hingga kini pihaknya belum menyetujui rencana atau besaran penaikan harga gas oleh PGN. Kementerian ESDM bersama Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) serta PGN masih membahas hal tersebut.

"Memang harus fairness, tapi industri itu kan bisnis besar, ada untungnya. Contohnya industri pertambangan dan perkebunan, kami wajibkan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi," tutur dia.

Menurut Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Herawati Legowo, rencana penaikan harga gas industri belum disetujui pemerintah. "Kami akan membahas seberapa besar pengaruh penaikan harga gas industri terhadap kenaikan biaya produksi. Nanti dicari besaran harga yang ideal. Tapi, kalau jaminan pasokan, itu sulit Kami harus cek dulu, ada gas di mana dan sudah akan dialirkan ke mana," tegasnya.

Jero Wacik menjelaskan, untuk meningkatkan porsi pasokan gas domestik, pihaknya terus melakukan renegosiasi kontrak dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), terutama untuk Blok Tangguh. "Gas yang diekspor masih 46% dan 54% untuk domestik. Dari semua kontrak gas ekspor, yang paling kami tekan adalah Blok Tangguh karena 100% untuk ekspor," ucap dia.

Sejak Oktober 2011, kata Jero Wacik, pihaknya melakukan renegosiasi dengan BP selaku operator Blok Tangguh. Hasilnya, pada Mei 2012, BP bersedia mengalihkan 230 mmscfd gas alam cair (LNG) dari train 1 dan 2 Kilang Tangguh mulai 2013. Gas tersebut seharusnya diekspor mulai 2013, namun kemudin dialihkan untuk pasar domestik.

"Bahkan, BP bersedia LNG dari train 3 Kilang Tangguh dialokasikan 40% untuk domestik, sisanya ekspor. Sekarang rencana pengembangan sedang dikebut, sehingga pada 2013 bisa dimulai," ucap dia.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI-P Effendi Simbolon mengungkapkan, pasokan gas untuk industri seharusnya ditambah, namun tetap harus mempertimbangkan keadilan. "Selama ini pemerintah terlalu memberikan privilege kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mendapat pasokan gas," ujar dia.

Patokan Harga

Jero Wacik juga mengungkapkan, Kementerian ESDM akan membuat patokan harga gas Indonesia (Indonesia gas price/IGC) seperti patokan harga minyak Indonesia (Indonesia crude price/ICP) yang sudah berlaku. Sebelum akhir tahun ini, IGC diharapkan bisa diterbitkan.

Dia menambahkan, IGC mendesak diberlakukan, menyusul persetujuan memasukkan lifting gas, mulai RAPBN 2013. Persetujuan itu diperoleh Kementerian ESDM dari Presiden SBY dalam sidang terbatas di Istana Presiden, belum lama ini.

Menurut Jero Wacik, lifting gas dimasukkan dalam APBN karena sejumlah alasan, di antaranya produksi minyak terus menurun, dan di sisi lain produksi gas terus meningkat.

Kementerian ESDM mengusulkan lifting minyak untuk RAPBN 2013 sebanyak 890-930 ribu barel per hari (bph) dengan ICP US$ 100-120 per barel dan lifting gas bumi 1.290-1.390 ribu barel setara minyak per hari (boeph).

Realisasi ICP APBNP 2012 per 28 Mei 2012 mencapai US$ 119,35 per barel dari patokan US$ 105 per barel. Sedangkan realisasi lifting minyak 881 ribu bph dari patokan 930 ribu bph. Adapun realisasi lifting gas bumi per 28 Mei 2012 mencapai 1.281 boeph dan realisasi migas 2.162 boeph. ( Sumber : http://www.kemenperin.go.id/artikel/3566/Harga-Gas-Naik,-Industri-Tuntut-Jaminan-Pasokan )

Tidak ada komentar: