Senin, 23 Juli 2012

Regulasi Impor 7 Produk Perlu Dikaji Ulang


JAKARTA - Pemerintah perlu mengkaji ulang Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 57/2010 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu guna menekan laju impor ilegal tujuh produk manufaktur di Tanah Air. Aturan ini masih berlaku 1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2012.

Permendag tersebut mengatur impor tujuh produk, yakni makanan dan minuman (mamin), pakaian, alas kaki, elektronik, mainan anak, obat tradisional dan herbal, serta kosmetik. Impor hanya boleh dilakukan melalui pelabuhan Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, Soekarno-Hatta di Makassar, Dumai di Dumai, dan Jayapura di Jayapura, serta bandara internasional. Impor melalui pelabuhan Dumai dan Jayapura juga hanya diperbolehkan untuk produk mamin.

"Dari evaluasi data, impor terus melonjak, baik yang ilegal maupun legal. Ada juga data yang mencatat, impor melalui pelabuhan yang seharusnya tidak diizinkan sebagai pintu masuk," ujar Kepala Pusat Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri BPKIMI Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harris Munandar di Jakarta, Senin (23/7).

Total impor mamin olahan pada Januari-Maret 2012 mencapai US$ 1,28 miliar (Rp 12,03 triliun), naik 1,28% dibandingkan periode sama tahun lalu US$ 1,26 miliar (Rp 11,85 triliun). Sedangkan impor lima produk, yakni elektronik, pakaian jadi, mainan anak, mamin, dan alas kaki mencapai US$ 3,29 miliar pada Januari-September 2011, naik 12,37% dibandingkan periode sama tahun lalu US$ 2,93 miliar.

Sementara itu, hasil sidak secara acak Desember 2011-April 2012, Kernenterian Perdagangan (Kemendag) juga menemukan 304 produk menyalahi ketentuan, yakni produk elektronik, barang tekstil, mamin, dan lainnya. Produk tersebut ada yang tidak mencantumkan standar nasional Indonesia (SNI), tidak memiliki keterangan label berbahasa Indonesia, serta tidak dilengkapi dengan manual dan kartu garansi. Hampir sepertiganya merupakan barang impor.

Menurut Harris, kenaikan impor produk manufakfur tersebut telah koordinasikan dengan Kemendag dan Bea dan Cukai agar terus dipantau. Jika impor terus melonjak dan masuk melalui pelabuhan yang tidak diatur, itu berarti Permendag No 57/2010 tidak berjalan semestinya.

Harris melanjutkan, membanjirnya produk impor yang tidak memenuhi standar dan kualitas yang ditetapkan membahayakan konsumen dan mengancam industri di dalam negeri. Akibatnya, banyak produsen beralih menjadi pedagang serta usaha kecil dan menengah (UKM) gulung tikar.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Logistik, dan Distribusi Natsyir Mansyur berpendapat, lonjakan impor produk manufaktur akan terus terjadi. Apalagi, Indonesia memiliki sekitar 190 pelabuhan, sedangkan yang diawasi hanya beberapa pelabuhan.

Menurut Natsyir, jika impor produk terus melonjak, Permendag No 57/2010 telah berjalan tidak efektif dan harus disempurnakan. Pemerintah juga perlu menerapkan kebijakan lain, yang sesuai dengan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), baik berupa kebijakan tarif maupun nontarif. Selain guna menekan impor, kebijakan baru juga akan menaikkan daya saing industri domestik.

Selain itu, pemerintah perlu memperkuat kelembagaan. DPR pun harus mengutamakan anggaran untuk lembaga-lembaga pengawas dan pengamanan perdagangan nasional. "Selama ini, lembaga yang ada kurang efektif karena dananya mungkin kurang, padahal otoritasnya besar," kata Natsyir.

Permendag 57/2010

Permendag No 57/2010 merupakan regulasi kelima yang mengatur impor tujuh produk manufaktur dan fasilitas pelabuhannnya. Pertama kali, menteri perdagangan menerbitkan Permendag No 44/2008, kemudian diubah menjadi Permendag No 52/2008, dan Permendag No 56/2008. Menteri perdagangan merevisinya kembali dengan Permendag No 23/2010, lalu diubah lagi menjadi Permendag No 57/2010.

Dalam Permendag No 44 dan 52/2008, pemerintah mengatur impor lima produk manufaktur, yakni mamin, pakaian, alas kaki, elektronik, dan pakaian. Pelabuhan yang digunakan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Belawan, dan Soekarno-Hatta (Makassar), serta melalui bandara internasional. Pada Permendag 52/2008, masa berlakunya diperpanjang hingga 4 Februari 2009 dari sebelumnya sampai 15 Desember 2008.

Sementara itu, dalam Permendag 23/ 2010, pemerintah menambah produk impor yang diawasi, yakni obat tradisional dan herbal, serta jamu komestik. Ada 41 kode pentarifan (harmonize system/HS) yang ditambahkan, yakni tujuh untuk jamu, 33 kosmetik, dan 1 lampu hemat energi (LHE).

Pada Permendag 56/2008, importir diharuskan mengikuti verifikasi dan tidak mengeluarkan produk kosmetik dan obat tradisional dari pengawasan. Kemudian, pemerintah menerbitkan Permendag 60/2008 dan menambahkan pelabuhan Dumai sebagai pintu impor yang diawasi. Terakhir, pemerintah menerbitkan Permendag 57/2010, yang mengatur perpanjangan masa berlakunya dan memasukkan kembali produk kosmetik dan obat tradisional dalam pengawasan. ( Sumber : http://www.kemenperin.go.id/artikel/3856/Regulasi-Impor-7-Produk-Perlu-Dikaji-Ulang )




Kinerja Industri Mebel Menurun


JAKARTA-Pemerintah diminta segera membantu industri mebel memetakan kembali pasar ekspor guna mencegah penurunan kinerja sektor itu pada tahun ini akibat dampak krisis utang di Eropa.

Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan (Asmindo) Ambar Tjahyono mengungkapkan pertumbuhan penjualan mebel pada semester I/2012 diprediksi hanya 5%, lebih rendah dari kinerja pada awal tahun yang mencapai 8%.

Menurutnya, Indonesia perlu memperluas pasar melalui kebijakan baru untuk menghilangkan ketergantungan pada pasar Amerika Serikat dan Eropa.

Sekitar 35% ekspor mebel dan produk kerajinan nasional ditujukan ke Eropa, sementara 28% lainnya ke AS.

Padahal, tuturnya, kedua kawasan itu masih menghadapi krisis yang panjang dan parah dibandingkan dengan kondisi pada 2009 dan 2010. Untuk itu, kata Ambar, perlu penguatan ekspor ke pasar baru selain AS dan Eropa.

"Ancaman pasar mebel dan kerajinan Indonesia saat ini cukup berat karena negara tujuan ekspor atau pembeli sudah tidak punya uang," katanya kepada Bisnis, Senin (23/7).

Untuk itu, lanjutnya, Asmindo mengajak pemerintah untuk memetakan pasar China, Taiwan, Korea Selatan, Timur Tengah, dan Australia, yang dinilai masih potensial untuk ekspor meskipun pasar AS diprediksi masih mendominasi.

Penjajakan pasar baru, kata Ambar, perlu didukung pemerintah untuk penyesuaian sejumlah kegiatan, antara lain lokasi pameran dan bentuk kebijakan lain. Untuk meningkatkan volume penjualan, Asmindo juga sedang memetakan potensi pasar domestik.

Selain itu, Ambar meminta pemerintah menyeimbangkan ekspor dari sisi bahan baku.

"Pemerintah jangan hanya fokus untuk komoditas rotan." Pada 2011, produk rotan menguasai sedikitnya 8% dari total ekspor mebel Indonesia.

Mulai Pulih

Ambar mengungkapkan penjualan pada kuartal II/2012 sudah mulai pulih pada Juli. "Sudah mulai banyak importir dari luar negeri yang datang ke Indonesia untuk membeli produk mebel dan kerajinan."

Melihat kondisi tersebut, Asmindo optimistis penjualan pada tahun ini relatif stagnan atau sama dengan pencapaian pada 2010. Industri yang sudah tidak lagi terhambat masalah bahan baku ini menargetkan penjualan furnitur senilai US$1,85 miliar dan produk kerajinan US$800 juta.

Achdiat Atmawinata, Staf Ahli Menteri Bidang Penguatan Struktur Industri Kementerian Perindustrian, mengatakan pemerintah dan pengusaha harus bersinergi untuk perbaikan di sejumlah bidang, termasuk infrastruktur serta sistem logistik dan pembiayaan. Langkah ini diharap mampu menahan penurunan kinerja industri.

"Pengusaha juga diharapkan menggenjot ekspor dengan memberikan tambahan nilai dan membuka pasar baru."  ( Sumber : http://www.kemenperin.go.id/artikel/3860/Kinerja-Industri-Mebel-Menurun )



Jalan Binai-Tanah Kuning Diperpendek


TANJUNG SELOR – Guna memberikan kemudahan transportasi bagi masyarakat dari dan ke ibukota Kecamatan Tanjung Palas Timur, yakni Desa Tanah Kuning, Pemerintah Kabupaten Bulungan berencana membangun badan jalan baru penghubung antara Desa Binai dan Tanah Kuning.

Badan jalan baru itu nantinya bakal memperpendek jarak tempuh antara dua desa tersebut, yakni dari jarak sekitar 22 kilometer menjadi sekitar 7 kilometer.

Bukan itu saja, topografi jalan baru itu juga tidak sesulit jalan yang kini ada, yakni banyak tanjakan dan belokan.

Namun, badan jalan itu nantinya dibangun lurus mirip jalan tol.

Bupati Bulungan, H Budiman Arifin menyebutkan, pembuatan badan yang lurus Binai-Tanah Kuning itu, merupakan pembangunan kali kedua di kecataman paling timur Bulungan itu.

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Bulungan melalui Dinas Pekerjaan Umum pada tahun 2008 juga sudah merealisasikan pembuatan badan jalan baru penghubung antara Tanah Kuning-Mangkupadi yang lurus dan agak dekat garis pantai dengan panjang sekitar 8 kilometer.

Untuk diketahui jalan penghubung lama antara Desa Tanah Kuning dan Mangkupadi itu memiliki jarak sekitar 17 kilometer.

“Ini (pembangunan badan jalan baru, Red.) untuk mempermudah transportasi dan mobilasi masyarakat setempat,” kata bupati dalam beberapa kesempatan.

Dengan adanya jalur transportasi yang mudah itu, lanjut bupati, maka bukan hal yang mustahil peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Tanjung Palas Timur dan sekitarnya bisa lebih meningkat.

Terkait dengan pembangunan jalan penghubung Binai-Tanah Kuning, bupati menargetkan, sebelum dirinya lengser dari jabatan Bupati Bulungan pada tahun 2015 nanti, jalan penghubung itu sudah bisa dilalui dan dinikmati warga untuk mobilitas ke daerah pantai di timur Bulungan.

“Insyaallah, tahun ini (2012, Red.) dimulai, dan mudahan-mudahan sebelum saya selesai jadi bupati sudah selesai agregatnya,” tukas bupati.(sdn/ndy) ( Sumber : http://www.radartarakan.co.id/index.php/kategori/detail/Bulungan/25968 )

Senin, 02 Juli 2012

Minyak Mentah Turun Signifikan


JAKARTA, suaramerdeka.com - Pada penutupan perdagangan di bursa Nymex Selasa (3/7) dini hari tadi harga minyak mentah tampak mengalami penurunan yang signifikan. Harga minyak mentah tergerus di tengah kontraksi sektor manufaktur di AS pada bulan Juni lalu.
Harga minyak mentah mengalami penurunan setelah indeks pabrikan ISM mengalami penurunan menjadi 49.7 poin di bulan Juni dari 53.5 poin bulan sebelumnya. Sementara itu tingkat pengangguran di kawasan euro mencapai posisi rekor tertinggi di bulan Mei lalu.
Harga minyak mentah berjangka untuk kontrak Agustus mengalami penurunan sebesar 1.21 dolar (1.4%) dan ditutup pada posisi 83.75 dolar per barel. Harga minyak mentah berbalik lesu setelah pada penutupan perdagangan akhir minggu lalu mengalami peningkatan lebih dari 9%. ( Sumber : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/07/03/123054/Minyak-Mentah-Turun-Signifikan )




Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok Membunuh Industri Kecil


JAKARTA - Kebijakan pemerintah untuk menyederhanakan tarif cukai rokok menuai reaksi negatif. Menurut juru bicara Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia, Hasan Aony Aziz, aturan ini bisa membunuh pabrik rokok kecil dan menengah. "Industri kecil bisa mati lantaran tak sanggup memenuhi tarif yang sama dengan industri berskala besar," kata dia kemarin.

Hasan mengatakan kebijakan penyederhanaan tarif cukai rokok tak berpihak pada industri kecil dan hanya menguntungkan pabrikan besar. Ia mencontohkan, dengan harga yang sama, konsumen cenderung menghindari rokok buatan produsen kecil, dan memilih produk terkenal atau buatan produsen asing. "Pabrik rokok kretek tangan akan mati karena terancam produk lain yang relatif lebih murah karena tarif cukai yang sama," ucapnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berencana memangkas kriteria penerapan harga cukai rokok per batang. Dalam kebijakan baru itu, pemerintah akan mengurangi selisih harga dari tiap golongan, yakni sigaret kretek mesin, sigaret putih mesin, dan sigaret kretek tangan atau sigaret putih tangan. Cukai untuk 19 layer golongan tarif akan dipangkas menjadi 15 layer.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi mengatakan penyederhanaan tarif cukai rokok yang juga diberlakukan pada 2008 telah membuat ribuan industri rokok berskala kecil gulung tikar. Pada 2008, tercatat ada 4.000 pabrik rokok berskala kecil-menengah. "Tapi sekarang cuma ada sekitar 1.500 pabrik," ujarnya.

Menurut Benny, penyederhanaan tarif cukai terlalu cepat untuk dilakukan. Ia mengatakan hal tersebut belum bisa diikuti industri kecil dengan segmen konsumen yang terbatas. Lebih jauh, Benny meminta Kementerian Keuangan menerapkan penyederhanaan tarif paling cepat pada 2015. "Agar industri kecil punya napas untuk menyesuaikan diri," katanya.

Industri rokok menjadi salah satu penyumbang pendapatan nasional terbesar. Sepanjang 2011, sumbangan cukai rokok mencapai Rp 75,4 triliun, jauh melebihi industri tambang yang mencapai Rp 42,12 triliun. Tahun ini pemerintah menargetkan pendapatan cukai rokok bisa mencapai Rp 74 triliun. ( Sumber : http://www.kemenperin.go.id/artikel/3719/Penyederhanaan-Tarif-Cukai-Rokok-Membunuh-Industri-Kecil )

Aturan Bea Keluar RI Bikin Rontok Industri Sawit Malaysia


Bandung - Kebijakan bea keluar (BK) atau pajak ekspor sawit yang dilakukan oleh Indonesia berdampak pada industri sawit di Malaysia. Meski menjadi negari produsen sawit, Negeri Jiran itu masih mengimpor sawit dari Indonesia untuk diolah.

Direktur Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Aryan Wargadalam mengatakan sejak pemberlakuan BK atas CPO efektif, industri hilir sawit Malaysia khususnya untuk olein bisa anjlok hingga 50%.

"Dia kan membutuhkan bahan baku dari kita. Sejak pemberlakuan BK, pasokan ke sana berkurang, utilisasi produksinya anjlok menjadi 50%. Artinya, pemberlakuan BK itu ampuh," kata Direktur Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Aryan Wargadalam di acara diskusi Forwin, di Lembang, Bandung, Minggu (1/7/2012)

Lebih lanjut, Aryan menyebutkan saat ini Malaysia lebih maju dalam hilirisasi industri berbasis CPO atau sawit mentah. Malaysia memproduksi 100 turunan produk CPO, sedangkan Indonesia hanya memproduksi sekitar 47 turunan produk CPO.

"Kita memacu ke sana. Hilirisasi. Dan, akan menghasilkan nilai tambah berlipat. Semakin ke hilir, nilai tambahnya semakin tinggi," ujar Aryan.

Catatan dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sait Indonesia (GAPKI), saat ini ada sebanyak 1.911 industri sawit di Indonesia. Menghasilkan 23,5 juta ton CPO dari area 8,2 juta hektar lahan.

Sementara itu disisi lain, Gabungan Pengusaha Kelapa Sait Indonesia (GAPKI) meminta pemerintah agar penetapan besaran bea keluar (BK) produk hilir CPO perlu dikaji kembali untuk disempurnakan. Pasalnya, pemberlakuan BK atas produk CPO dan turunannya dinilai tidak efektif.

"Level BK untuk produk hilir sebaiknya di-nol-kan dan level untuk CPO dikurangi. Kalau hulu dan hilir sama-sama dikenakan BK, tidak efektif. Perlu disempurnakan," kata Direktur Eksekutif GAPKI, Fadhil Hasan

Menurut Fadhil penerapan BK yang maksimal bisa mencapai 25% berpotensi menyebabkan penyelundupan pasalnya petugas bea dan cukai tidak bisa membedakan antara CPO dan produk turunan.

"Kalau besaran BK itu dievaluasi, yang hilir dinolkan, tujuan hilirisasi bisa tercapai. Dan, distorsi terhadap industri diminimalkan. Besaran BK CPO hingga 25% itu menyebabkan smuggling. Dirjen Bea Cukai tidak tahu beda CPO dan turunannya," kata Fadhil. ( Sumber : http://www.kemenperin.go.id/artikel/3722/Aturan-Bea-Keluar-RI-Bikin-Rontok-Industri-Sawit-Malaysia )

Pemerintah Siapkan Ribuan Ekor Sapi Bakalan


NASIONAL - Mulai bulan Juli ini sebanyak 98.000 ekor sapi bakalan akan diimpor dari Australia. Sapi-sapi ini untuk menambah pasokan daging sapi hingga akhir tahun 2012. Sebanyak 19 perusahaan feedloter atau perusahaan penggemukan sapi yang sudah mengantongi izin pemerintah akan segera mengimpornya.
Kepastian mulai masuknya sapi bakalan impor itu dikemukakan oleh Johny Liano, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Feedloter Indonesia (Apfindo). "Surat Pemberitahuan Pemasukan (SPP) dari Kementerian Pertanian (Kemtan) sudah keluar, jadi tinggal menunggu keputusan Kementerian Perdagangan (Kemdag)," katanya.
Menurut Johny, tidak seperti semester lalu dimana impor sapi bakalan dilakukan dalam dua tahap, 125.000 ekor di kuartal I-2012 dan 60.000 ekor di kuartal II-2012. Pada semester ini, izin impor hanya sekali sebanyak 98.000 ekor.
Tanpa mau mengatakan 19 perusahaan yang sudah mendapatkan izin impor, Johny bilang, perusahaan-perusahaan itu adalah bagian dari 24 anggota Apfindo. Dari 19 perusahaan yang mendapat izin, kuota impor yang didapatkan juga berbeda tergantung kualifikasi perusahaan, kapasitas kandang, serta kinerja perusahaan semester I-2012.
Siapkan 125.000 ekor
Apfindo menghitung, tahun ini kebutuhan daging sapi dalam negeri bakal mencapai 484.000 ton. Dari jumlah itu sebanyak 339.000 ton akan dipasok dari 2,4 juta ekor sapi yang ada di Indonesia. Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dan industri, setidaknya masih dibutuhkan 283.000 ekor sapi bakalan impor atau setara 51.000 ton daging sapi ditambah daging sapi beku impor 34.000 ton.
Sampai Juni 2012 lalu, jumlah sapi siap potong di kandang feedloter mencapai 156.858 ekor atau setara 37.443 ton daging sapi. Dari jumlah itu sebanyak 122.605 ekor merupakan sapi bakalan impor. Sedangkan untuk sapi lokal sendiri, Johny bilang, pihaknya telah menyerap 34.000 ekor.
Untuk menghadapi bulan Ramadhan dan lebaran, Apfindo telah menyiapkan 125.000 sapi siap potong. "Harga sapi siap potong difeedloter saat ini cukup stabil, mencapai Rp 29.000 per kg," ujar Johny. Diperkirakan, volume sapi bakalan lokal yang diserap feedloterpada semester II-2012 minimal sama seperti awal pertengahan tahun ini.
Fauzi Luthan, Direktur Budidaya Ternak Kemtan mengatakan, sebanyak 98.000 ekor sapi impor yang datang dari Australia mulai Juli ini untuk memenuhi kebutuhan daging sapi pasca lebaran atau pada kuartal VI-2012. "Untuk kebutuhan puasa dan lebaran akan disuplai dari sapi feedloter dan sapi lokal, dari pasokan yang ada kita masih surplus 41.128 ton," katanya.
Kebutuhan daging sapi saat bulan puasa dan memasuki hari raya lebaran memang meningkat. Satria Hamid, Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menghitung, menjelang Ramadhan permintaan daging dari pengusaha ritel mencapai 1.767 ton per bulan. Jumlah itu meningkat 66,7% dibandingkan rata-rata kebutuhan ritel 1.060 ton di bulan-bulan biasa.
Akibat lonjakan permintaan, harga daging sapi diperkirakan akan tetap tinggi walau pasokan bertambah. Per 1 Juni 2012, harga daging sapi sengkel di pasar ritel modern mencapai Rp 79.500-Rp 99.000 per kg tergantung kualitasnya. Bahkan untuk daging kelas premium harganya mencapai Rp 124.500 per kg.
Satria yang juga Head of Public Affairs PT Carrefour Indonesia ini bilang, walau pemerintah mengatakan pasokan daging surplus, namun pada kenyataannya industri ritel telah mengalami kekurangan pasokan daging sapi hingga 21% kebutuhan per tahun sebesar 12.700 ton. ( Sumber : http://ews.kemendag.go.id/berita/NewsDetail.aspx?v_berita=2407 )


Minggu, 01 Juli 2012

Pengusaha Sawit Nasional Sulit Ekspansi


JAKARTA (Suara Karya): Industri kelapa sawit nasional saat ini mengalami kesulitan untuk ekspansi bisnis, salah satunya memperluas lahan perkebunan.

Penyebab utamanya, selain kebijakan moratorium penggunaan lahan hutan alam dan lahan gambut, lahan sawit di Indonesia ternyata juga sudah dikuasai pengusaha asal Malaysia dan negara lainnya secara signifikan.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) M Fadhil Hasan mengatakan, kepemilikan luas lahan yang terbatas membuat industri sawit nasional sulit mengalahkan industri asal Malaysia. Apalagi, Pemerintah Malaysia memang mendukung penuh investasi di sektor industri sawit dari hulu ke hilir.

"Kita tidak bisa mengembangkan industri tanpa ada perluasan area perkebunan. Industri kelapa sawit Malaysia lebih berkembang karena konsistensi kebijakan dari pemerintahnya. Mereka lebih awal mengembangkan karena memiliki kebijakan yang lebih baik. Komitmen pemerintahnya juga kuat dan iklim investasinya kondusif," katanya pada acara Family Gathering Forum Wartawan Industri di Bandung, Sabtu (30/6).

Fadhil Hasan lantas mencontohkan kebijakan bea keluar (BK) untuk ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Dalam hal ini, Gapki berharap pemerintah mengkaji kembali pengenaan BK untuk ekspor CPO dan produk turunannya. Hal ini dikarenakan pemberlakuan BK ekspor CPO dan produk turunannya tidak berjalan efektif.

"Pengenaan BK untuk ekspor produk hilir sawit sebaiknya nol persen, sedangkan untuk CPO cukup 5 persen. Pengenaan bea keluar ekspor CPO bukan untuk mendorong tumbuhnya industri hilir sawit. Jadi, kebijakan bea keluar ini memang perlu disempurnakan," tuturnya.

Menurut Fadhil, penerapan BK ekspor CPO yang maksimal bisa mencapai 25 persen justru berpotensi mendorong penyelundupan. Apalagi, aparat di pelabuhan sulit memeriksa serta membedakan antara CPO dan produk turunannya.

Sementara itu, Kepala Kompartemen Komunikasi Gapki Tofan Mahdi mengatakan, dari 7,5 juta hektare lahan sawit di Indonesia, sekitar 20 persen dikuasai oleh perusahaan asal Malaysia. Apalagi terkait dengan peraturan investasi, pemerintah memang tidak bisa melarang perusahaan Malaysia untuk mengembangkan usaha kelapa sawit di Indonesia.

Terkait pengenaan BK ekspor CPO, Direktur Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Aryan Wargadalam mengatakan, pengenaan instrumen semacam pajak ekspor untuk produk CPO berdampak pada industri hilir di luar negeri, termasuk di Malaysia.

Meski sebagai produsen CPO, Malaysia masih mengimpornya dari Indonesia untuk diolah. Sejak pemberlakuan kebijakan BK maksimal 25 persen, kapasitas industri hilir sawit Malaysia menurun hingga 50 persen.

"Malaysia membutuhkan bahan baku dari Indonesia. Sejak pemberlakuan BK, pasokan ke sana berkurang, utilisasi produksinya anjlok menjadi 50 persen. Artinya, pemberlakuan BK memang ampuh," katanya. ( Sumber : http://www.kemenperin.go.id/artikel/3702/Pengusaha-Sawit-Nasional-Sulit-Ekspansi )

Pengusaha Sambut Baik Harga Gas Industri


JAKARTA, KOMPAS - Forum Lintas Asosiasi Industri menyambut baik kebijakan kenaikan harga gas yang dikurangi dari 55 persen menjadi 50 persen serta dilakukan secara bertahap. Mereka menilai kebijakan itu sebagai upaya strategis pemerintah memperjuangkan daya saing industri.

"Kebijakan itu merupakan prestasi kerja sama Kementerian Perindustrian serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk pertama kalinya Inilah koordinasi yang saling menguatkan dalam kebijakan energi dalam negeri," kata Koordinator Forum Lintas Asosiasi Industri Franky Sibarani, di Jakarta, Minggu (1/7).

Harga gas industri, yang baru diumumkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik pekan lalu, naik sebesar 50 persen. Kenaikan dilakukan dengan besaran tahap pertama 35 persen dan berlaku per 1 September 2012. Tahap kedua sebesar 15 persen dan diberlakukan per April 2013.

Franky menekankan, ke depan, penetapan harga gas selanjutnya perlu dilakukan pemerintah. Dengan sikap berbeda, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa selama ini lebih menyetujui perjanjian antarpebisnis (business to business) untuk harga gas, yakni PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan industri.

Menurut Franky, koordinasi antar kementerian ini merupakan langkah maju. Selain itu, dalam penetapan harga ini, pemerintah juga melibatkan industri pengguna gas. Diharapkan ke depan menjadi pola baku dalam menetapkan harga. Tentunya penetapan harga untuk yang akan datang harus dilakukan secara transparan dan dikonsultasikan ke industri.

"Dengan keterlibatan pemerintah ini, ada optimisme baru dalam menjamin suplai oleh PT PGN. Jaminan kontrak PT PGN yang selama ini banyak tidak terpenuhi, PT PGN akan dijamin oleh pemerintah," ujarnya.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, sejak awal kekisruhan harga gas industri, persoalan ini memang harus segera diselesaikan. Satu per satu kendala yang mengganggu kinerja industri sudah semestinya dituntaskan supaya tidak mengganggu iklim usaha. ( Sumber : http://www.kemenperin.go.id/artikel/3708/Pengusaha-Sambut-Baik-Harga-Gas-Industri- )