Senin, 23 Juli 2012

Regulasi Impor 7 Produk Perlu Dikaji Ulang


JAKARTA - Pemerintah perlu mengkaji ulang Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 57/2010 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu guna menekan laju impor ilegal tujuh produk manufaktur di Tanah Air. Aturan ini masih berlaku 1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2012.

Permendag tersebut mengatur impor tujuh produk, yakni makanan dan minuman (mamin), pakaian, alas kaki, elektronik, mainan anak, obat tradisional dan herbal, serta kosmetik. Impor hanya boleh dilakukan melalui pelabuhan Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, Soekarno-Hatta di Makassar, Dumai di Dumai, dan Jayapura di Jayapura, serta bandara internasional. Impor melalui pelabuhan Dumai dan Jayapura juga hanya diperbolehkan untuk produk mamin.

"Dari evaluasi data, impor terus melonjak, baik yang ilegal maupun legal. Ada juga data yang mencatat, impor melalui pelabuhan yang seharusnya tidak diizinkan sebagai pintu masuk," ujar Kepala Pusat Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri BPKIMI Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harris Munandar di Jakarta, Senin (23/7).

Total impor mamin olahan pada Januari-Maret 2012 mencapai US$ 1,28 miliar (Rp 12,03 triliun), naik 1,28% dibandingkan periode sama tahun lalu US$ 1,26 miliar (Rp 11,85 triliun). Sedangkan impor lima produk, yakni elektronik, pakaian jadi, mainan anak, mamin, dan alas kaki mencapai US$ 3,29 miliar pada Januari-September 2011, naik 12,37% dibandingkan periode sama tahun lalu US$ 2,93 miliar.

Sementara itu, hasil sidak secara acak Desember 2011-April 2012, Kernenterian Perdagangan (Kemendag) juga menemukan 304 produk menyalahi ketentuan, yakni produk elektronik, barang tekstil, mamin, dan lainnya. Produk tersebut ada yang tidak mencantumkan standar nasional Indonesia (SNI), tidak memiliki keterangan label berbahasa Indonesia, serta tidak dilengkapi dengan manual dan kartu garansi. Hampir sepertiganya merupakan barang impor.

Menurut Harris, kenaikan impor produk manufakfur tersebut telah koordinasikan dengan Kemendag dan Bea dan Cukai agar terus dipantau. Jika impor terus melonjak dan masuk melalui pelabuhan yang tidak diatur, itu berarti Permendag No 57/2010 tidak berjalan semestinya.

Harris melanjutkan, membanjirnya produk impor yang tidak memenuhi standar dan kualitas yang ditetapkan membahayakan konsumen dan mengancam industri di dalam negeri. Akibatnya, banyak produsen beralih menjadi pedagang serta usaha kecil dan menengah (UKM) gulung tikar.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Logistik, dan Distribusi Natsyir Mansyur berpendapat, lonjakan impor produk manufaktur akan terus terjadi. Apalagi, Indonesia memiliki sekitar 190 pelabuhan, sedangkan yang diawasi hanya beberapa pelabuhan.

Menurut Natsyir, jika impor produk terus melonjak, Permendag No 57/2010 telah berjalan tidak efektif dan harus disempurnakan. Pemerintah juga perlu menerapkan kebijakan lain, yang sesuai dengan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), baik berupa kebijakan tarif maupun nontarif. Selain guna menekan impor, kebijakan baru juga akan menaikkan daya saing industri domestik.

Selain itu, pemerintah perlu memperkuat kelembagaan. DPR pun harus mengutamakan anggaran untuk lembaga-lembaga pengawas dan pengamanan perdagangan nasional. "Selama ini, lembaga yang ada kurang efektif karena dananya mungkin kurang, padahal otoritasnya besar," kata Natsyir.

Permendag 57/2010

Permendag No 57/2010 merupakan regulasi kelima yang mengatur impor tujuh produk manufaktur dan fasilitas pelabuhannnya. Pertama kali, menteri perdagangan menerbitkan Permendag No 44/2008, kemudian diubah menjadi Permendag No 52/2008, dan Permendag No 56/2008. Menteri perdagangan merevisinya kembali dengan Permendag No 23/2010, lalu diubah lagi menjadi Permendag No 57/2010.

Dalam Permendag No 44 dan 52/2008, pemerintah mengatur impor lima produk manufaktur, yakni mamin, pakaian, alas kaki, elektronik, dan pakaian. Pelabuhan yang digunakan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Belawan, dan Soekarno-Hatta (Makassar), serta melalui bandara internasional. Pada Permendag 52/2008, masa berlakunya diperpanjang hingga 4 Februari 2009 dari sebelumnya sampai 15 Desember 2008.

Sementara itu, dalam Permendag 23/ 2010, pemerintah menambah produk impor yang diawasi, yakni obat tradisional dan herbal, serta jamu komestik. Ada 41 kode pentarifan (harmonize system/HS) yang ditambahkan, yakni tujuh untuk jamu, 33 kosmetik, dan 1 lampu hemat energi (LHE).

Pada Permendag 56/2008, importir diharuskan mengikuti verifikasi dan tidak mengeluarkan produk kosmetik dan obat tradisional dari pengawasan. Kemudian, pemerintah menerbitkan Permendag 60/2008 dan menambahkan pelabuhan Dumai sebagai pintu impor yang diawasi. Terakhir, pemerintah menerbitkan Permendag 57/2010, yang mengatur perpanjangan masa berlakunya dan memasukkan kembali produk kosmetik dan obat tradisional dalam pengawasan. ( Sumber : http://www.kemenperin.go.id/artikel/3856/Regulasi-Impor-7-Produk-Perlu-Dikaji-Ulang )




Tidak ada komentar: